Sabtu, 29 Agustus 2020

Nol

Assalamu'alaikum wrwb,,

#Belajarlah untuk menjadi bodoh

Mungkin bagi orang awam nasehat ini terlihat aneh, bagaimana tidak aneh, orang belajar tujuannya untuk pandai (mengerti) mengapa justru  terbalik belajar malah menjadi bodoh, membingungkan khan??

Belajar bodoh yang kita maksud jangan diartikan bahwa "bodoh" adalah tidak mengerti apa-apa, misal: jahil, jahlun, murakkab, bego, tolol dll. Jika diartikan demikian kita salah menangkap apa yang dimaksud.

Belajar bodoh yang kita maksud sesungguhnya adalah "belajar untuk meletakan Hak Allah sebagai yang Maha Tau, yang Maha Mempunyai Ilmu", justru kita inilah yang bodoh.

Maksudnya adalah kita tidak menyandarkan setiap ilmu-ilmu kita, pengetahuan-pengetahuan kita pada penalaran Akal fikiran kita sendiri.
Karena akal fikiran kita cenderung terkontaminasi tatkala hati kita masih kotor oleh Hawa Nafsu kita.

Dengan selalu mengosongkan dan nembersihkan batin kita, hati kita akan menjadi bersih dan bening, maka ilmu akan mengalir dengan sempurna, seumpama gelas yang kosong, dan diri kita sebagai "wadah" untuk menampung air ilmu dari Nur Keillahian, dimana segenap ilmu ditumpah tuangkan kedalam diri kita, maka segenap kalam mengalir dari bibir kita yang kesemuanya berjalan atas kehendak Allah Swt, dan berdasarkan bimbingan Keillahian yang meliputi kita.

Khalifah Umar Bin Khattab berkata: Ilmu ada tiga tahapan, Jika seseorang memasuki tahap pertama ia akan menjadi sombong (dengan ilmunya), Jika ia memasuki tahap kedua ia akan tawadhu'diri (rendah hati), dan jika memasuki tahapan ketiga maka ia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya.

Maka belajar bodoh "agar Allah menjadi sumber setiap Pemikiran, pengetahuan dan ilmu kita".
Allah tidak memberi ilmu kepada orang yang dihatinya merasa dirinya sudah pintar.
Teruslah belajar untuk terus medalami ilmu selama hayat masih dikandung badan. Alam inipun juga menjadi guru kita. Jangan hanya cukup satu guru saja, jika cukup satu guru saja maka kita akan suka menyalahkan.
#

Habib Anis

KISAH KAROMAH HABIB ANIS BIN ALWI AL-HABSYI (SOLO)
Pernah suatu ketika, datang seorang pengusaha sukses menemui Habib Anis dan membawa satu buntalan besar berisi uang, masih baru dan masih ada label jumlah uangnya dari Bank tertentu, hanya Allah yang mengetahui berapa banyaknya.
Saat menerima segepok uang itu Habib Anis hanya tersenyum.
“ Terimakasih..” Kata beliau sambil memerintahkan keponakannya membawa uang – uang tersebut kedalam kamar beliau.
Oleh keponakan beliau itu buntalan uang di letakkan samping pintu kamar.
Setengah hari kemudian, saat sesudah jama’ah shalat di Masjid tampak si pengusaha memandangi lama jendela masjid serta kusen-kusennya.
Tiba–tiba di hadapan Habib Anis ia berkata :
“ Habib, alangkah bagusnya jika jendela serta kusen-kusennya diganti yang baru … Yang begini …Yang begini … “
Mendengar ucapannya tersebut, Habib memerintahkan keponakannya untuk mengambil kembali buntalan uang dari dalam kamar.
Pemuda itu menyaksikan uang-uang itu masih tetap pada tempatnya semula.
Tampak Habib Anis seharian di dalam kamar sama sekali tidak menyentuhnya, membukanya apalagi menghitung berapa jumlahnya.
Begitu uang sudah ada di hadapan pengusaha tersebut, beliau menyerahkannya kembali kepada si pengusaha sembari berkata :
“Ana bikin masjid ini dari kantong ana sendiri. Apakah antum kira dengan memberi uang, antum bisa mengatur–atur pekerjaan ana? Ini uang ana kembalikan. “
Si pengusaha sontak menangis dan dengan nada menyesal dia meminta maaf atas kelancangan dirinya dan meminta dengan sangat agar Habib sudi menerima kembali shadaqahnya.
Tetapi Habib tetap menolak .
Soal rejeki Habib Anis sering memberi nasehat untuk banyak – banyak membagi rejeki kepada sesama.
Bersedekah sesuai dengan kemampuannya. Beliau sendiri terkenal seorang yang dermawan, terutama saat – saat bulan Ramadhan dan Lebaran. Para tukang becak dan tetangga-tetangga beliau tahu benar tentang hal ini .
Dan memang bersedekah itu selalu saja membawa berkah. Tidak ada ceritanya seorang yang gemar bersedekah hidupnya morat-marit . Justru yang ada hidup tambah berkah . Dan rejeki malah selalu bertambah dan melimpah ruah .
Beliau cerita :
“ Dahulu, di bulan Ramadhan, ana ingin sekali bersedekah, tetapi saat itu ana tidak mempunyai apa-apa.
Lalu datang seorang muhibbin memberi ana satu buah sarung BHS, sarung mahal.
Ana pikir, mengapa tidak sarung ini saja yang saya sedekahkan?
Ahirnya sarung BHS itu ana sedekahkan, padahal sebenarnya ana ingin memakainya juga karena itu sarung yang bagus dan mahal harganya.
Dan ajaibnya, begitu sarung selesai ana sedekahkan, satu dua jam kemudian datang seseorang menemui ana.
Dia datang sambil memikul satu kardus, dan diluar masih banyak.
Dia bilang, Habib mohon diterima shadaqah dari saya untuk Habib. Seratus potong sarung BHS …
Kata beliau “nampaknya Allah membalas sedekah ana jauh lebih banyak dari yang semestinya. “ Au kama qola al Habib Anis .
Dan memang secara hitungan matematisnya, Habib seharusnya hanya mendapat payback 10 buah sarung saja, karena satu buah kebaikan di lipatkan Allah balasannya 10 kali lipatan.
Namun, jika bersedekah atas sesuatu barang yang di sukai oleh diri sendiri.
Sesuatu yang sebenarnya berat melepaskannya, apalagi jika itu satu-satunya yang dimiliki, maka balasan Allah bisa jauh berlipat dari yang semestinya.
Pada saat usia sepuh beliau, tampaknya maqam dan kedudukan beliau sudah sejajar dengan para asalafnya.
Dalam urusan duniawinya misalnya, beliau sudah tidak ada lagi taalluq dengan dunia dengan segala kemewahannya kecuali kepada Allah semata.
Justru dunialah yang ‘kepincut’ untuk bisa berta’alluq dengan diri beliau sebagaimana kalam kakek beliau :
“ Allah berkata kepada dunia …Wahai dunia..Siapa gerangan yang berkhidmat kepada_Ku maka khidmatilah dia. Dan siapa gerangan yang berkhidmat kepadamu, maka perbudaklah dia … Man khodamani fakh dami hi … Waman khodamaka fastakhdami hi .”
Suatu saat Habib Anis bercakap – cakap dengan para tamu .
Kemudian mengharuskan beliau untuk mengambil sejumlah uang untuk meminta seseorang membayar sesuatu .
Beliau kemudian memanggil keponakan beliau .
“ Ambilkan ana uang yang ada di dalam almari .” Perintah beliau .
Keponakan itu masuk ke dalam kamar Habib Anis dan membuka almari beliau.
Betapa kagetnya dirinya melihat almari itu penuh berisi tumpukan – tumpukan uang yang masih ada lebel Bank nya.
Betapa tidak kaget, sedangkan beberapa menit sebelumnya dia ada di kamar itu, menyapu lantai dan membersihkan dalamnya.
Dia pun ingat saat membersihkan almari, almari itu kosong tidak ada isinya.
Apalagi berisi uang sebegitu banyaknya.
Dia ambil satu dua bendel uang dan dia serahkan kepada beliau, sambil tersenyum
Habib Anis bertanya kepadanya :
“ Hanya ini yang kamu ambil , Ya Fulan ? “
Keponakan Habib Anis itu pun tersenyum kecut diledekin Pamannya demikian.
Habib kemudian menyerahkan sejumlah uang kepada seseorang dan tersisa hanya sedikit, lalu oleh Habib sisa uang tadi beliau masukkan ke dalam kantong baju sang keponakan .
Habib Anis kemudian berkata kepadanya :
“ Tolong ane ambilkan kopyah putih yang ada di atas almari .. “
Keponakannya segera masuk ke dalam kamar, dia cari kopyah yang di maksud tetapi tidak ketemu.
Apa di dalam lemarinya ya? Pikirnya. Maka dia kemudian membuka almari .
Betapa kagetnya dia, saat melihat dalamnya almari Al Habib Anis itu kosong tidak berisai apapun.
Lantas kemana larinya gundukan – gundukan uang yang dia saksikan beberapa menit sebelumnya?
Tampaknya Habib Anis menyuruh dirinya mengambilkan sesuatu, namun sejatinya Habib Anis ingin menunjukkan kepadanya ‘sesuatu’ yang lain .
Semoga Allah meninggikan derajat Habib Anis dalam barzakhnya , mengharumkan kubur beliau dengan misik-misik kemuliyaan .
Dan tiada henti Allah memancarkan madad dan keberkahannya kepada kita sekalian.
Aamiin

Senin, 08 Februari 2016

Nasi

Memasak Nasi dengan Doa dan Asap Dupa

Oleh : Emha Ainun Nadjib

Ayah saya panik melihat gejala saya akan menjadi mahasiswa abadi. Maka ia mengajak saya ke orang tua, semacam dukun...," tulis seorang gadis manis asal Ngawi, mahasiswa Sastra Inggris yang tampak sebel dengan banyak hal di keluarga juga di lingkungannya.

Mungkin saya sendiri yang bersalah. Hati saya terlalu menampung siapa saja. Antara lain yang berhubungan dengan perdukunan dan lain sebagainya, yang kemudian pernah saya tuliskan di media massa dengan judul Kasekten dan Kagunan.

Kalau di Yogya atau di beberapa tempat lain ada orang mau bikin apa-apa, nama saya suka dipakai untuk dijadikan stabilo kultural. Ada seminar kasekten, diskusi paranormal, pendirian badan pengobatan klasik non-medis: lho kok saya yang disuruh ngasih pengantar atau tampil di pers conference. Seolah-olah lantas menjadi sah kalau saya sudah bilang "Okay!"

Padahal dalam banyak urusan semacam itu saya dukung karena berkaitan dengan perluasan lapangan kerja.

Prestasi pembangunan kontemporer kita antara lain adalah menambah jumlah pengangguran, menugasi sarjana menjadi satpam atau penyiksa ratusan ribu pencari kerja dengan menyuruh mereka beli map dan kertas lamaran kerja sebanyak-banyaknya. Maka segala upaya penciptaan lapangan kerja, sepanjang tidak bermusuhan dengan Tuhan, ya saya dukung sepenuhnya, meskipun untuk itu resikonya saya disalahpahami atau difitnah oleh orang banyak. yang tak mernahami persoalannya.

Maka adik dari Ngawi ini terperangah. Wong Cak Nun kok ngurusi dan seolah-olah meng-OK-kan soal-soal mistik begitu. Tatanan pikiran dan satu dua keyakinannya menjadi terbongkar.

"Saya lahir dan tumbuh di lingkungan Islam KTP alias Islam abangan," katanya, "Ayah saya tidak pernah salat dan hampir semua keluarga saya tidak pernah memperhatikan nilai-nilai agama. Sebenarnya saya ingin hidup di lingkungan keluarga yang Islami. Saya ingin beribadah secara teratur...."
"Bila ada rnasalah atau ingin naik pangkat, ayah saya selalu lari ke orang tua atau orang pintar. Di sana ayah akan dibekali gembolan berisi batu dupa, beras, atau ketan yang dibungkus. Ayah saya orangnya ambisius.

Anak-anaknya menjadi alat kendaraan dari cita-citanya, dia yang menjadi sopir. Makii ketika skripsi saya tidak jadi-jadi karena otak susah diajak kreatif, ia mengajak saya ke orang pintar tersebut. Saya buta masalah-masalah begitu dan sangat takut terjebak syirik. Saya menolak. Saya sempat depressed sebentar karena bingung, takut, cemas, dan kasihan melihat ayah Saya panik. Saya harus mendapatkan jawaban apa hubungan antara syirik dengan dunia kasekten dan pedukunan...."

Sungguh ini pemandangan jamak.

Kisah akan sangat panjang apabila harus kita uraikan.kenyataan tentang dunia pedukunan hakikat realitasnya, juga fungsi kultural dan politisnya. Tetapi untuk saat ini, putri Ngawi kita tak usah membuang-buang energi untuk mengurusi Gunung Kawi, persenggamaari massal Kemukus, dupa, Mbah Karto atau Mbah Karmo. Kelak saja untuk bahan tesis doktor, atau lupakan sama sekali, sebab soal-soal macam itu tak berhak atas ruang dan waktu yang tersedia dalam dirinya.
Yang pertama mesti dilakukan oleh mahasiswa kita ini adalah mensyukuri hidayah Allah bahwa di tengah lingkungan yang sekuler-abangan-kienik, malah lahir dalam dirinya dambaan-dambaan serius untuk mengIslamkan darah daging jiwa raganya.
Selanjutnya ambil jarak dari diri sendiri: engkau seorang yang dianugerahi kecerdasan pikiran, juga kejernihan hati. Skripsimu tak jadi-jadi hanya karena sukmamu belum bisa antisipatif, sumeleh dan tenteram terhadap banyak hal di dunia yang tak direlakan oleh naturnya. Hidupmu masih gugup dan gamang karena gairah untuk melawan ketidakberesan belum mendapatkan mitra kemampuan dan pengalaman yang seimbang.

Kalau engkau harus ikut bertemu ke rumah Mbah Dukun, datang saja, namun dengan niat bukan untuk merdukun (berdukun) melainkan untuk menyenangkan hati ayah--sementara engkau belum sanggup rnengubah kebiasaannya yang penuh penyakit. Soal syirik itu salah caramu memusingkan. Syirik tidak terletak di kuburan, dupa dukun, gembolan atau keris-keris, melainkan bersemayam di dalam gagasan-gagasanmu sendiri. Silakan tidur di kuburan asal sekadar untuk mengambil jarak dari keramaian. Silakan simpan keris seperti halnya engkau menyimpan sepatu dan boneka. Silakan bawa gembolan ke mana-mana
sebagaimana engkau bawa handy talky atau walk-man. Syirik bukan karena bendanya, tapi karena anggapanrnu terhadap benda itu. Jangankan menyembah keris dan dukun, sedangkan menyembah masjid, menyembah salat, menyembah Nabi Muharnmad saja pun syirik namanya.

Selebihnya segera selesaikan skripsi dengan matek aji, niat ingsun, bismillah dan istiqamah --- demi membahagiakan kedua orangtua dan demi supaya lebih gampang dapat pekeraan. Jangan terlalu membebani sekolahan, kampus, dosen-dosen. dan skripsi atau keseluruhan dunia ilrnu pengetahuan dengan kekecewaan-kekecewaan. Jangan minta terlalu banyak kepada semua itu. Kalau mencari ilmu, kearifan dan kemuliaan hidup, jangan andalkan itu semua. Lebih baik berharap kepada bagaimana caramu sendiri melihat dan memperlakukan matahari setiap pagi, dedaunan, tetangga, pasar atau impian-impian aneh setiap malam. Mintalah ilmu kepada Pemiliknya, petiklah anugerah-Nya di setiap butiran udara.

Adapun cara membuat skripsi sama dengan cara menanak nasi. Ialah tidak memakai asap dupa atau doa.

Menanak nasi sediakan kompor dan panci. Membuat skripsi ya menjalani segala metodologi rasional ilmiah yang diperlukan oleh hakikat kosmos suatu skripsi ilmiah.

Doa baru berhak engkau ucapkan hanya sesudah upaya rasional empirik dimaksimalkan.

Harian SURYA, Senin 28 Desember 1992

(Emha Ainun Nadjib/"Gelandangan Di Kampung Sendiri"/ Pustaka
Pelajar/1995/PadhangmBulanNetDok)

Nenek dan Singkong

SEORANG NENEK MENCURI SINGKONG KARNA KELAPARAN, HAKIM MENANGIS SAAT MENJATUHKAN VONIS'' !!

diruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU thdp seorg nenek yg dituduh mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,.... namun manajer PT A* K ( B grup ) tetap pada tunt...utannya, agar menjd contoh bg warga lainnya. Hakim Marzuki menghela nafas., dia memutus diluar tuntutan jaksa PU, 'maafkan saya', ktnya sambil memandang nenek itu,. 'saya tak dpt membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jd anda hrs dihukum. saya mendenda anda 1jt rupiah dan jika anda tdk mampu bayar maka anda hrs msk penjara 2,5 tahun, spt tuntutan jaksa PU'. Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, smtr hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang 1jt rupiah ke topi toganya serta berkata kpd hadirin. " Saya atas nama pengadilan, jg menjatuhkan denda kpd tiap org yg hadir diruang sidang ini sebesar 50rb rupiah, sebab menetap dikota ini, yg membiarkan seseorg kelaparan sampai hrs mencuri utk memberi mkn cucunya, sdr panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kpd terdakwa ." Sampai palu diketuk dan hakim marzuki meninggaikan ruang sidang, nenek itupun pergi dgn mengantongi uang 3,5jt rupiah, termsk uang 50rb yg dibayarkan oleh manajer PT A K* yg tersipu malu krn telah menuntutnya. Sungguh sayang kisahnya luput dari pers,karena pemerintah malu sebab mereka hanya bisa menguras uang rakyat dan menghakimi rakyat kecil. Kisah ini sungguh menarik sekiranya ada teman yg bisa mendapatkan dokumentasi kisah ini bisa di share di media tuk jadi contoh kepada aparat penegak hukum lain utk bekerja menggunakan hati nurani dan mencontoh hakim Marzuki yg berhati mulia.
Diberkatilah hakim yg adil nan Mulia..  ,,,,,,,

tolong share ya kawan

Selasa, 02 Februari 2016

Mendidik anak

Atas ijin seorang teman, tanpa me-mention yang bersangkutan, saya membagikan kisah ini. Teman saya berharap, ini menjadi pelajaran untuk semua orang tua. Kisah saya tulis dengan gaya "aku".

Umur 2,5 tahun, Dino (nama samaran) anakku, mulai aku sekolahkan di sebuah sekolah unggulan. Rutinitasnya setiap pagi tidak lagi bergelayut manja di lenganku, tapi ribet dengan urusan persiapan sekolah. Tak jarang, Dino berangkat mandi masih terhuyung dalam kantuknya. Sering saat berangkat ke sekolahnya di mobil dia kembali tertidur. Namun aku mengabaikan perilaku ini, karena aku yakin suatu saat akan berubah seiring bertambahnya umur. Dan lagi, saat bermain dengan teman - temannya Dino terlihat gembira.

Dino termasuk anak pintar, di umur 3.5 tahun sudah mampu berhitung angka sampai bilangan 100, menghafal kata - kata dalam bahasa inggris, bernyanyi dalam bahasa inggris yang memang menjadi bahasa utama di sekolahnya. Siapa orang tua yang tidak bangga? Saat berkumpul dengan teman atau keluarga besar, Dino selalu mengundang decak kagum. Pun, postinganku di media sosial, penuh dengan pujian.

Tepat di usia 6 tahun 2 bulan, Dino masuk sekolah dasar. Selain kegiatan sekolah, hari - hari Dino diisi dengan bermacam les semua mata pelajaran, berenang, dan bermain musik.
Dino patuh sekali mengikuti jadwal yang aku buat. Pada penerimaan rapor semester pertama-nya, semakin aku dibuat kagum dengan hasilnya yang sangat baik. Apalagi saat guru-nya mengatakan bahwa Dino adalah siswa unggulan di kelasnya.

Petaka dimulai saat liburan. Dino tidak mau bangun dari tidurnya. Matanya sayu dan tidak bercahaya. Badannya lemas, tapi tidak panas, Dino pun tidak mampu menjelaskan apa yang terjadi di tubuhnya. Singkat cerita keadaan ini berlangsung hampir 2 minggu, semua dokter ahli bahkan profesor punya berbagai diagnosa namun selalu meleset saat dihadapkan pada hasil test darah dan test lainnya.

Di tengah kebingungan kami, seorang teman menyarankan membawa Dino ke seorang psikolog. Saran yang pada awalnya membuatku emosi karena seolah - olah menganggap Dino sebagai anak yang sakit mental. Untunglah suami saat itu kekeuh memaksa mencoba cara ini.

Di ruang "curhat" psikolog, Dino hanya bicara berdua saja. Kami menunggu di ruang lain. Hampir 2 jam kami menunggu sampai akhirnya giliran kami tiba. Dino yang diijinkan menunggu di ruangan yang sama, namun dengan jarak yang membuatnya tidak bisa mendengar pembicaraan kami, dibuat sibuk oleh si psikolog dengan buku warna.

Bagai guntur di siang bolong saat kami mendengar penjelasan psikolog itu. Dino mengalami kelelahan mental, namun dia tidak mampu mengungkapkan. Jadwal aktifitasnya yang bertubi - tubi sejak pertama kali dia sekolah (yang berarti 3.5 tahun lalu) adalah penyebabnya. Dino tidak menikmati aktifitasnya, tapi dia berusaha menurut untuk menyenangkan kami (sungguh ini menusuk hati kami).

Ini adalah sebagian nasehat dari psikolog itu:
- sistem pendidikan di Indonesia, kebanyakan masih mengutamakan kecerdasan intelektual. Tidak heran di usia yang masih sangat dini, anak sudah diajari membaca, menulis dan berhitung. Sebisa mungkin carilah pra sekolah yang "hanya bersenang - senang", tanpa membebani otak anak dengan hal - hal yang belum waktunya diterima oleh otak anak. Atau kalaupun itu tidak bisa dihindari, diluar jam sekolah jangan lagi menambahi beban mental anak dengan memaksa belajar hal - hal yang belum perlu benar.

- Arahkan anak pada hal - hal yang positif namun harus tetap mengedepankan apa keinginan anak.

- Tidak membebani anak dengan tugas "kamu harus menjadi nomor satu" untuk hal apapun. Tunjukkan dan buktikan, bahwa tanpa anak menjadi nomor satu, anak tetaplah istimewa untuk orang - orang di sekitarnya.

- Tidak meng-ekspos kepandaian anak di muka umum dan di media sosial, karena itu menjadi  beban besar untuk anak.

Kami pulang dan sama - sama terdiam. Air mataku meluncur tidak tertahankan. Bagaimana bisa aku merusak mental anakku selama ini, bahkan malah menganggap itu sebagai proses kebaikan untuknya.

Sampai di rumah, Dino langsung masuk ke kamarnya, sementara kami berembuk, memutuskan apa yang harus kami lakukan. Pertama yang kami lakukan malam itu adalah meminta maaf pada Dino. Selama ini kami benar - benar mengabaikan hak-nya. Selanjutnya kami memutuskan mengurangi dengan sangat drastis jam - jam les Dino. Hanya mempertahankan apa yang Dino mau  yaitu les musik saja.

Tidak lama setelahnya, kami mulai mendapatkan Dino yang sesungguhnya, Dino yang ceria, Dino yang bersemangat. Tanpa mengikuti les pelajaran yang bejibun, nilai - nilai Dino tetap membanggakan (padahal kami sudah bersepakat tidak akan mempermasalahkan nilai sekolahnya apapun hasilnya).

Kunjungan ke psikolog masih beberapa kali kami lakukan, banyak ilmu pengasuhan anak yang kami dapatkan (dan nanti saya sampaikan di tulisan selanjutnya - red).

Semoga kisah ini menjadi pencerahan untuk kita.

Minggu, 31 Januari 2016

Fitnah

Memelihara Fitnah Sampai Tua

Oleh EMHA AINUN NADJIB • 19 Mei 2013
Dipublikasikan dengan tag Cermin , Pustaka Emha

Tidak sedikit jumlah orang yang bertele-tele hidupnya dengan terus menerus membiarkan pikiran dan hatinya dihuni rasa dengki, dipenuhi fitnah tentang ini dan kepada itu, dikili-kili prasangka-prasangka dan digerogoti tuduhan tuduhan. Baik yang diungkapkan, diterapkan, maupun yang dibiarkan terpelihara di dalam dirinya sampai hari tuanya.
Tetapi teman-teman ini tetap harus kita kagumi, karena tenaga hidupnya sangat besar sehingga tidak merasa kelelahan bersikap demikian. Dan lebih mengagumkan lagi karena bersamaan dengan memelihara fitnah, para sahabat kita ini tetap mampu melakukan ibadah, sembahyang, bersujud dan berdoa minta banyak-banyak kepada Tuhan.

Minggu, 06 Desember 2015

Bambangwetan 27 maret 2013

NASEHAT EMHA AINUN NAJIB

Beberapa Point yang disampaikan Cak Nun di Maiyah BangbangWetan (27 Maret 2013):

- Hidup kita dibangun oleh unsur2 yang tidak selalu kita ketahui, tapi akuilah bahwa itu ada.

- Orang itu tidak perlu pinter, asal setia dengan dirinya sendiri.

- Jangan tergesa-gesa membenci sesuatu yang kita tidak tahu, dan yang kita tidak bisa. Belajarlah berendah hati, pelajari dulu semuanya.

- Kita harus selalu berusaha melihat kebaikan orang tanpa melihat kejelekannya agar orang lain juga selalu melihat kebaikan kita & anak cucu kita.

- Yang lebih berperan adalah yang tersembunyi. Begitu juga Indonesia, yang berjasa adalah mereka yang tidka pernah tampil di media massa.

- Sesuatu yang tak terlihat jauh lebih penting dari yang terlihat .

- Kita tidak bisa yakin pada diri sendiri, tapi yakinlah kepada Allah. Yang bisa kita lakukan adalah ber-Husnudzon, bismillah, ikhtiar.

- Yang kita ketahui mengenai Muhammad SAW mayoritas hanya pada yang ditampakkan, sedangkan yang tidak ditampakkan pada diri Muhammad SAW jarang sekali orang yang mau menggalinya.

- Kalau kita membuat puisi lalu ada orang yang membacanya kita pasti senang. Maka jika ada yang baca Al-Quran Allah sebagai penciptanya pasti juga senang.

- Selama ini Qiro'ah dipahami sebagai hapalan terhadap paket nada yang diajarkan, padahal dalam hidup itu kita harus bisa eksplorasi.

- Alif lam mim adalah misteri yang sengaja diciptakan Allah agar kita bisa menyelami keindahan ayat yang tak kita ketahui makna lahirnya.

- Tak ada orang yang mampu berkomunikasi dengan Allah. Allah-lah yang memperkenankan kehadiran-Nya dirasakan oleh makhluk-Nya.

- Jangan sedih kalau perjuanganmu tidak pernah dianggap. Jangan seperti orang modern yang sibuk image building, selalu ingin menonjolkan diri.

- Ketidaknyamanan akan membuat manusia lebih berkembang. Kesedihan memampukan manusia untuk lebih berpikir.

- Ilmu itu tak terbatas sampai sarjana. ilmu iku gak onok enteke.

- 'Ihdinasshirotol mustaqim' diucapkan krn hidup kita belum pasti lurus, itu berlaku bagi siapa saja, entah itu orang alim, kiai, ustad, sufi dsb.

- Kebebasan bukan tujuan tapi jalan untuk menemukan batasan-batasan.

- Sejarah adalah milik para pemenang. Semua yang kamu baca adalah sejarah versi orang yang menang.

- Bersyukurlah atas keterbasan yang diberikan oleh Allah, karena keterbatasan membuat kita menemukan rahasia kehidupan.

- Kunci kesehatan adalah berpikir dengan benar.

- Begitu engkau menjadi manusia, maka engkau mempunyai kewajiban untuk mencintai sesama manusia, siapapun dia.

- Banyak manusia setelah kenal agama malah kehilangan kemanusiaannya padahal manusia adalah makhluk Allah yang tertinggi (ahsani taqwim) krn menjadi khalifah-Nya.

- Jangan melakukan apapun tanpa mengetahui kuncinya.

- Dari setiap serpihan pengetahuan temukanlah induk atau hulunya.

- Pertemuan Anda dengan Al-Qur'an bukan hanya pertemuan keindahan, tapi juga pertemuan ilmu dan kesadaran.

&&&&&&&&&&&&&&
Sumber: Buletin Mocopat Syafaat