Sabtu, 29 Agustus 2020

Nol

Assalamu'alaikum wrwb,,

#Belajarlah untuk menjadi bodoh

Mungkin bagi orang awam nasehat ini terlihat aneh, bagaimana tidak aneh, orang belajar tujuannya untuk pandai (mengerti) mengapa justru  terbalik belajar malah menjadi bodoh, membingungkan khan??

Belajar bodoh yang kita maksud jangan diartikan bahwa "bodoh" adalah tidak mengerti apa-apa, misal: jahil, jahlun, murakkab, bego, tolol dll. Jika diartikan demikian kita salah menangkap apa yang dimaksud.

Belajar bodoh yang kita maksud sesungguhnya adalah "belajar untuk meletakan Hak Allah sebagai yang Maha Tau, yang Maha Mempunyai Ilmu", justru kita inilah yang bodoh.

Maksudnya adalah kita tidak menyandarkan setiap ilmu-ilmu kita, pengetahuan-pengetahuan kita pada penalaran Akal fikiran kita sendiri.
Karena akal fikiran kita cenderung terkontaminasi tatkala hati kita masih kotor oleh Hawa Nafsu kita.

Dengan selalu mengosongkan dan nembersihkan batin kita, hati kita akan menjadi bersih dan bening, maka ilmu akan mengalir dengan sempurna, seumpama gelas yang kosong, dan diri kita sebagai "wadah" untuk menampung air ilmu dari Nur Keillahian, dimana segenap ilmu ditumpah tuangkan kedalam diri kita, maka segenap kalam mengalir dari bibir kita yang kesemuanya berjalan atas kehendak Allah Swt, dan berdasarkan bimbingan Keillahian yang meliputi kita.

Khalifah Umar Bin Khattab berkata: Ilmu ada tiga tahapan, Jika seseorang memasuki tahap pertama ia akan menjadi sombong (dengan ilmunya), Jika ia memasuki tahap kedua ia akan tawadhu'diri (rendah hati), dan jika memasuki tahapan ketiga maka ia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya.

Maka belajar bodoh "agar Allah menjadi sumber setiap Pemikiran, pengetahuan dan ilmu kita".
Allah tidak memberi ilmu kepada orang yang dihatinya merasa dirinya sudah pintar.
Teruslah belajar untuk terus medalami ilmu selama hayat masih dikandung badan. Alam inipun juga menjadi guru kita. Jangan hanya cukup satu guru saja, jika cukup satu guru saja maka kita akan suka menyalahkan.
#

Habib Anis

KISAH KAROMAH HABIB ANIS BIN ALWI AL-HABSYI (SOLO)
Pernah suatu ketika, datang seorang pengusaha sukses menemui Habib Anis dan membawa satu buntalan besar berisi uang, masih baru dan masih ada label jumlah uangnya dari Bank tertentu, hanya Allah yang mengetahui berapa banyaknya.
Saat menerima segepok uang itu Habib Anis hanya tersenyum.
“ Terimakasih..” Kata beliau sambil memerintahkan keponakannya membawa uang – uang tersebut kedalam kamar beliau.
Oleh keponakan beliau itu buntalan uang di letakkan samping pintu kamar.
Setengah hari kemudian, saat sesudah jama’ah shalat di Masjid tampak si pengusaha memandangi lama jendela masjid serta kusen-kusennya.
Tiba–tiba di hadapan Habib Anis ia berkata :
“ Habib, alangkah bagusnya jika jendela serta kusen-kusennya diganti yang baru … Yang begini …Yang begini … “
Mendengar ucapannya tersebut, Habib memerintahkan keponakannya untuk mengambil kembali buntalan uang dari dalam kamar.
Pemuda itu menyaksikan uang-uang itu masih tetap pada tempatnya semula.
Tampak Habib Anis seharian di dalam kamar sama sekali tidak menyentuhnya, membukanya apalagi menghitung berapa jumlahnya.
Begitu uang sudah ada di hadapan pengusaha tersebut, beliau menyerahkannya kembali kepada si pengusaha sembari berkata :
“Ana bikin masjid ini dari kantong ana sendiri. Apakah antum kira dengan memberi uang, antum bisa mengatur–atur pekerjaan ana? Ini uang ana kembalikan. “
Si pengusaha sontak menangis dan dengan nada menyesal dia meminta maaf atas kelancangan dirinya dan meminta dengan sangat agar Habib sudi menerima kembali shadaqahnya.
Tetapi Habib tetap menolak .
Soal rejeki Habib Anis sering memberi nasehat untuk banyak – banyak membagi rejeki kepada sesama.
Bersedekah sesuai dengan kemampuannya. Beliau sendiri terkenal seorang yang dermawan, terutama saat – saat bulan Ramadhan dan Lebaran. Para tukang becak dan tetangga-tetangga beliau tahu benar tentang hal ini .
Dan memang bersedekah itu selalu saja membawa berkah. Tidak ada ceritanya seorang yang gemar bersedekah hidupnya morat-marit . Justru yang ada hidup tambah berkah . Dan rejeki malah selalu bertambah dan melimpah ruah .
Beliau cerita :
“ Dahulu, di bulan Ramadhan, ana ingin sekali bersedekah, tetapi saat itu ana tidak mempunyai apa-apa.
Lalu datang seorang muhibbin memberi ana satu buah sarung BHS, sarung mahal.
Ana pikir, mengapa tidak sarung ini saja yang saya sedekahkan?
Ahirnya sarung BHS itu ana sedekahkan, padahal sebenarnya ana ingin memakainya juga karena itu sarung yang bagus dan mahal harganya.
Dan ajaibnya, begitu sarung selesai ana sedekahkan, satu dua jam kemudian datang seseorang menemui ana.
Dia datang sambil memikul satu kardus, dan diluar masih banyak.
Dia bilang, Habib mohon diterima shadaqah dari saya untuk Habib. Seratus potong sarung BHS …
Kata beliau “nampaknya Allah membalas sedekah ana jauh lebih banyak dari yang semestinya. “ Au kama qola al Habib Anis .
Dan memang secara hitungan matematisnya, Habib seharusnya hanya mendapat payback 10 buah sarung saja, karena satu buah kebaikan di lipatkan Allah balasannya 10 kali lipatan.
Namun, jika bersedekah atas sesuatu barang yang di sukai oleh diri sendiri.
Sesuatu yang sebenarnya berat melepaskannya, apalagi jika itu satu-satunya yang dimiliki, maka balasan Allah bisa jauh berlipat dari yang semestinya.
Pada saat usia sepuh beliau, tampaknya maqam dan kedudukan beliau sudah sejajar dengan para asalafnya.
Dalam urusan duniawinya misalnya, beliau sudah tidak ada lagi taalluq dengan dunia dengan segala kemewahannya kecuali kepada Allah semata.
Justru dunialah yang ‘kepincut’ untuk bisa berta’alluq dengan diri beliau sebagaimana kalam kakek beliau :
“ Allah berkata kepada dunia …Wahai dunia..Siapa gerangan yang berkhidmat kepada_Ku maka khidmatilah dia. Dan siapa gerangan yang berkhidmat kepadamu, maka perbudaklah dia … Man khodamani fakh dami hi … Waman khodamaka fastakhdami hi .”
Suatu saat Habib Anis bercakap – cakap dengan para tamu .
Kemudian mengharuskan beliau untuk mengambil sejumlah uang untuk meminta seseorang membayar sesuatu .
Beliau kemudian memanggil keponakan beliau .
“ Ambilkan ana uang yang ada di dalam almari .” Perintah beliau .
Keponakan itu masuk ke dalam kamar Habib Anis dan membuka almari beliau.
Betapa kagetnya dirinya melihat almari itu penuh berisi tumpukan – tumpukan uang yang masih ada lebel Bank nya.
Betapa tidak kaget, sedangkan beberapa menit sebelumnya dia ada di kamar itu, menyapu lantai dan membersihkan dalamnya.
Dia pun ingat saat membersihkan almari, almari itu kosong tidak ada isinya.
Apalagi berisi uang sebegitu banyaknya.
Dia ambil satu dua bendel uang dan dia serahkan kepada beliau, sambil tersenyum
Habib Anis bertanya kepadanya :
“ Hanya ini yang kamu ambil , Ya Fulan ? “
Keponakan Habib Anis itu pun tersenyum kecut diledekin Pamannya demikian.
Habib kemudian menyerahkan sejumlah uang kepada seseorang dan tersisa hanya sedikit, lalu oleh Habib sisa uang tadi beliau masukkan ke dalam kantong baju sang keponakan .
Habib Anis kemudian berkata kepadanya :
“ Tolong ane ambilkan kopyah putih yang ada di atas almari .. “
Keponakannya segera masuk ke dalam kamar, dia cari kopyah yang di maksud tetapi tidak ketemu.
Apa di dalam lemarinya ya? Pikirnya. Maka dia kemudian membuka almari .
Betapa kagetnya dia, saat melihat dalamnya almari Al Habib Anis itu kosong tidak berisai apapun.
Lantas kemana larinya gundukan – gundukan uang yang dia saksikan beberapa menit sebelumnya?
Tampaknya Habib Anis menyuruh dirinya mengambilkan sesuatu, namun sejatinya Habib Anis ingin menunjukkan kepadanya ‘sesuatu’ yang lain .
Semoga Allah meninggikan derajat Habib Anis dalam barzakhnya , mengharumkan kubur beliau dengan misik-misik kemuliyaan .
Dan tiada henti Allah memancarkan madad dan keberkahannya kepada kita sekalian.
Aamiin