Minggu, 23 Oktober 2011

Angin Api


 
Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen  


Sebuah chapter dari buku Come to the Secret Garden: Sufi Tales of Wisdom

***
Dulu, sebelum mesin pemutar baling-baling yang menggerakkan roda kapal ditemukan, perjalanan mengarungi luasnya lautan atau menyusuri panjangnya sungai cuma bisa dilakukan dengan bantuan tiupan angin kencang. Tenaga sejumlah manusia yang disatukan memang mampu juga mengayuh perahu mengarungi lautan, tapi perlu waktu berpekan-pekan untuk tiba di tujuan. Itu pun belum tentu sampai, sebab bisa saja keburu dihantam badai di tengah jalan.
Kalau sedang tak ada tiupan angin, maka kapal pun terombang-ambing di tengah lautan atau perahu terpaksa dilabuhkan. Tanpa angin, kapal atau perahu tak akan pernah sampai ke tujuan. Maka kepergian orang pun terhenti di tengah jalan, dan barang kebutuhan hidup tak pernah tiba di tangan orang-orang yang membutuhkan. Maka, bahaya kelaparan pun datang mengancam.
Tanpa adanya tiupan angin, tentu tak akan pernah terjadi penyatuan serbuk bunga. Akibatnya tumbuhan tak akan mengeluarkan buah. Maka, sekali lagi bahaya kelaparan mengancam kehidupan manusia. Sebab, di mana pun di dunia ini, makanan pokok orang pada dasarnya adalah buah. Buah padi, buah gandum, buah pisang, atau buah kurma.
Tapi, jika angin bertiup kelewat kencang dan mengubah dirinya menjadi badai atau topan, maka kapal pun tenggelam, perahu karam, pohon bertumbangan, rumah ambruk, perkampungan porak poranda. Angin yang berlebihan ternyata membawa malapetaka. Dan tak cuma angin sebenarnya, apa pun yang berlebihan kerap mendatangkan celaka. Kekayaan yang berlimpah ruah, misalnya, bisa membuat orang pongah sehingga lupa kepada Yang Mahapemurah. Begitu pula kemiskinan yang kelewatan kerap membuat orang putus asa, lalu bunuh diri untuk segera tiba di neraka.
Namun demikian, ada angin yang sesungguhnya teramat panas tapi justru menjadi berkah. Namanya Angin Api yang cuma bertiup di gurun pasir. Angin Api inilah yang meranumkan sekaligus membuat manis buah kurma yang kerasnya tak terkira. Tanpa adanya Angin Api, kurma tak akan pernah matang dan tentunya tak bisa dimakan.
Ketika angkutan umum seperti kereta api, bus, pesawat terbang, belum menyentuh peradaban dunia, maka perjalanan panjang melintasi daratan dilakukan orang dengan menunggang binatang. Orang Badui yang tinggal di gurun pasir, misalnya, selalu menunggang unta untuk ke mana-mana. Padahal di padang pasir nyaris tak tersedia makanan. Tapi orang Badui sudah ditakdirkan dapat bertahan hidup dengan menggunakan sedikit sekali makanan. Kurma adalah makanan utama mereka.
Orang Badui sepenuhnya bergantung kepada kurma selama dalam perjalanan mengarungi gurun yang gersang untuk mempertahankan kehidupan. Sari buah kurma seperti madu. Mereka mengoleskannya ke atas roti, dan menggunakannya untuk memaniskan susu unta yang sebenarnya sangat asin rasanya.
Hati manusia sekeras buah kurma yang hanya akan matang setelah mendapat terpaan panasnya Angin Api kehidupan. Seperti kurma yang ranum, hati manusia yang matang juga akan memberikan kehidupan bagi sekelilingnya.
“Jika kalian menjadi pohon kurma karunia Tuhan bagi seluruh kehidupan, maka kelaparan mereka akan hilang dan kesulitan mereka akan ringan.”

 www.surrender2god.wordpress.com