Sabtu, 29 November 2014

Memilih presiden

Memilih Presiden
Oleh MUHAMMAD AINUN NADJIB • 21 Maret 2014
Dipublikasikan dengan tag Esai
Share:
Facebook
Twitter
Google+
Kalau kita makan, kita punya kekuasaan
terhadap yang kita makan. Kalau kita memilih
makan nasi uduk, itu kita perhitungkan kita
membelinya di suatu warung yang kita mampu
mengontrolnya. Kalau nasinya ada krikilnya kita
protes, dan kita punya pengetahuan apakah nasi
ini beracun atau tidak, basi atau tidak.
Setiap pilihan resikonya
adalah harus disertai
kesanggupan untuk
mengontrol sesuatu yang
kita pilih. Di situlah
kelemahan kita sebagai
bangsa Indonesia. Kita
harus memilih pemimpin
tanpa sedikit pun ada
kesanggupan untuk mengontrol pemimpin yang
kita pilih itu.
Bahkan lebih dari itu, bukan hanya tidak
sanggup mengontrol, kita bahkan tidak punya
pengetahuan yang mencukupi sama sekali
mengenai sesuatu yang kita pilih. Kita tidak tahu
sebenarnya caleg ini kualitasnya bagaimana,
hidupnya bagaimana, istrinya berapa, akhlaknya
bagaimana, kita tidak tahu sama sekali. Bahkan
tokoh-tokoh terkenal pun rakyat tidak tahu.
Bapak ini, Gus itu, orang nggak tahu sebenarnya.
Dan kalau pun mereka tahu, mereka tak punya
daya kontrol terhadap yang dipilihnya ini, tapi
mau tak mau harus memilih. Ini saya kira dilema
kita bersama se-Indonesia.
Jadi, sederhana saja sebenarnya. Kalau anakmu
naik kapal merantau ke luar pulau, maka selama
naik kapal akan ada kemungkinan ada badai,
ada kemungkinan dibunuh orang, ada
kemungkinan dia bertengkar dengan orang, ada
kemungkinan dia di ancam bahaya. Kepada
siapakah engkau menyerahkan anakmu yang
engkau tak bisa mengontrolnya di perjalanan,
kepada siapa? Kamu titipkan pak Camat? Kamu
titipkan nahkoda? Tidak ada jalan lain kecuali
engkau titipkan pada Allah SWT. Kalau yang kau
pilih di pemilu nanti kau tidak tahu siapa dia,
kamu tidak bisa mengontrol dia, kenapa tidak
kau serahkan pada Tuhan? Jadi serahkan pada
Tuhan.
Kalau dalam Islam sederhana. Kalau misal anda
tidak memilih, kalau nanti anda berdoa supaya
bangsa kita sejahtera, nanti Tuhan mengejek juga
“Lha kamu nggak milih aja kok minta bangsamu
sejahtera”. Tapi kalau memilih bingung juga mau
memilih yang mana, sedangkan kalau memilih
tidak bisa mengontrol juga. Ya kalau begitu
serahkan pada Tuhan.
Kalau dalam Islam caranya jelas. Jadi malamnya
shalat dulu kek , kalau nggak sempat ya dalam
hati saja berdoa, “Ya Tuhan, gimana mosok saya
nggak nyoblos, saya kan warga negara. Saya pilih
lah yang kira-kira paling bagus. Cuma kan saya
ndak bisa mengontrol dia, Tuhan. Jadi, tolong
dong, ini saya pilih satu. Setelah saya pilih dan
coblos, saya serahkan kepada-Mu. Kalau dia
pemimpin yang baik, panjangkan umurnya. Beri
dia kekuatan, dan bantulah urusan-urusannya.
Tapi kalau yang aku pilih ini ternyata
pengkhianat, penjilat, penindas rakyat dan sama
sekali tidak punya cinta kepada kami-kami yang
di bawah ini, mbok dilaknat dengan cepat, mbok
cepat-cepat diberi tindakan, Tuhan. Terlalu lama
lho kami rakyat Indonesia kayak gini terus
bingung nggak habis-habis. Terus kepada siapa
dong aku mengeluh? Kepada siapa dong rakyat
Indonesia mengeluh? Kepada DPR? Wong mereka
itu yang justru kami keluhkan kepada-Mu ya
Allah. Jadi tolong, Tuhan….”
Bisa juga ditambahi ayat-ayat. Sebelum masuk
kotak atau bilik bilang di dalam hati, begitu mau
mencoblos baca “Wa makaruu wa makarallah
wa-llahu khoirul maakirin” . Kalau mereka makar
pada nilai-nilai Allah dan nilai rakyat, maka
Allah akan makar pada mereka. Dan yang paling
jagoan untuk makar adalah Allah. Kalau mereka
khianat pada rakyat, berarti mereka khianat
pada Tuhan. Maka Tuhan juga akan makar pada
mereka. Wa-llahu khoirul maakirin . Jejak bumi
tiga kali, baru dicoblos. Nanti kalau dia khianat,
dia sakit kudis.
Dokumentasi Progress